Rabu, 14 Desember 2016

Pengalamanku di Perkuliahan "Penulisan Kreatif"



Pengalaman di mata kuliah penulisan kreatif


            Penulisan kreatif. Awalnya saya kira dulu penulisan kreatif adalah mata kuliah yang mempelajari tentang kekreatifan menggambar huruf/tulisan misalnya seperti kaligrafi. Setelah masuk perdana di mata kuliah tersebut, saya baru tahu kalau Penulisan Kreatif itu ternyata mata kuliah yang mempelajari tentang kekreatifan menulis seperti menulis cerpen, argumentasi, dan sejenisnya. Ternyata mata kuliah yang diampu oleh Bapak tercinta kami Pak Habiburrohman ini cukup menarik, bahkan ketika mengikuti awal mengikuti perkuliahan saya sudah tertarik dengan mata kuliah ini. Bukan karena saya suka menulis, tapi karena saya lumayan sering membaca novel sejak di pondok dulu. Saya sering bertanya-tanya bagaimana cara seorang penulis bisa menciptakan novel yang mampu menyihir pembacanya seperti novel-novel yang pernah saya baca. Dan itu semua di pelajari di mata kuliah Penulisan Kreatif. Sehingga saya sedikit excited mengikutinya.
            Tugas pertama kami di mata kuliah ini, membuat blog yang nantinya akan memuat karya-karya tulisan kami sendiri. Di minggu pertama, kami ditugaskan membuat tulisan yang disitu kami harus mendeskripsikan teman satu kelas. Sebenarnya saya cukup kesulitan, karena  saya harus mendeskripsikan secara rinci bagaimana teman satu kelas saya yang saya jadikan bahan untuk mengerjakan tugas tersebut. Saya setidaknya harus jujur menceritakan bagaimana tingkah laku teman saya. Awalnya saya takut, apabila yang saya tulis itu menyakiti perasaan teman saya, tapi akhirnya saya menuliskan tentang dia sesuai dengan apa yang saya lihat dari dia tanpa mengada-ada.
 Tugas kedua yaitu membuat tulisan tentang pengalaman sedih. Yang ini saya lebih tidak suka. Karena jujur saya tidak suka menceritakan kisah sedih yang saya alami, terlebih ini dipostkan di blog yang semua orang bisa membacanya. Walaupun saya sedikit keberatan dengan tugas Pak Habib kali ini, akhirnya saya tetap menuliskannya meski ada bagian-bagian cerita inti yang saya hilangkan, tapi cukup mewakili kesedihan saya pada waktu itu. Ada sedikit perasaan lega setelah mengerjakan tulisan ini. Walaupun sebelumnya saya keberatan dengan tugas ini, tapi saya mulai menikmati arti kata “menulis” tersebut meski sampai pada tugas-tugas berikutnya tulisan saya belum bisa dikatakatan tulisan yang menarik.
Lalu ada salah satu ritual yang bemanfaat saat perkuliahan mata kuliah ini berlangsung, yaitu membaca buku sebelum kegiatan perkuliahan dimulai. Walaupun saya lebih suka membaca novel, tapi itu membuat saya sedikit merasakan nikmatnya membaca buku. Sebenarnya banyak pengalaman dan ilmu yang berguna yang saya peroleh di mata kuliah ini dan saya cukup bersyukur mata kuliah ini ada di salah satu mata kuliah yang harus saya ampu disemester ini.

Selasa, 22 November 2016

Resensi



Misteri Dibalik 5 Pertanyaan Rehan



 Hasil gambar untuk rembulan tenggelam di wajahmu
Identitas Buku
Judul                                  :  Rembulan Tenggelam Di Wajahmu
Penulis                                    : Tere Liye
Penerbit                     : Republika
Tahun terbit              :  2009
Kota terbit                : Jakarta
Tebal buku                 : 426 halaman
Harga                         : Rp 60.000


Sinopsis         
Rembulan Tenggelam Di Wajahmu. Novel Tere Liye kali ini menceritakan tentang perjalanan hidup seorang anak yatim piatu bernama Rehan Raujana. Rehan yang dari bayi tinggal di panti asuhan memiliki lima pertanyaan yang berkaitan dengan hidup yang dia jalani selama ini.
            Pertanyaan pertama, muncul ketika Rehan masih berada di panti asuhan. Disini Rehan sangat benci dengan Bapak pemilik panti tersebut karena sikapnya yang salah menurut Rehan. Bapak panti tersebut selalu menyimpan uang dari para dermawan untuk kepentingannya sendiri, dan bukan untuk diberikan kepada anak-anak yatim. Selain itu Bapak panti tersebut selalu berlaku kasar kepada anak-anak panti. Ini yang membuat Rehan selalu membangkang padanya, dan menjadikan Rehan anak nakal yang selalu melakukan segala sesuatu sesuai kehendaknya tanpa memikirkan konsekuensinya. Dengan sikap Rehan tersebut, dan perlakuan Bapak panti yang tanpa belas kasih siap menghukum Rehan, munculah pertanyaan pertama yang selalu menghantui Rehan Apakah aku tidak memiliki kesempatan untuk memilih pada saat aku dilahirkan ?”. Kenapa dia menjadi anak yatim piatu? Kenapa harus di panti ini dia dibesarkan ? Rehan yang merasa sangat jenuh dengan keadaan dan perlakuan Bapak panti akhirnya memilih kabur dari panti. Setelah Rehan pergi dari panti tersebut, banyak sekali kejadian menyakitkan yang dia lewati dan bermunculah pertanyaan-pertanyaan selanjutnya. Dan pertanyaan terakhirnya datang saat Rehan mengalami sakit yang mengharuskannya bolak-balik ke rumah sakit. Suatu hari dalam keadaan koma, Rehan berkesempatan mengetahui semua jawaban atas lima pertanyaannya dalam hidup.
            Dalam perjalanan Rehan mengungkap jawaban atas lima pertanyaannya ini benar-benar membuat pembaca memiliki kesan tersendiri saat membacanya. Pertanyaan Rehan yang kedua misalnya, “apakah hidup ini adil?” kita pasti sering bertanya-tanya apakah hidup ini adil? Saat kita membaca novel Tere Liye ini, kita seperti dibungkam setelahnya. Novel ini memberi pandangan bahwa hidup ada “sebab akibat”nya. Sesuatu yang terjadi dalam hidup kita, mungkin ada sebab atau akibat bagi orang lain dimana itu semua saling berkesinambungan. Kejadian buruk yang terjadi pada seseorang, suatu saat justru berpengaruh lebih baik di kehidupan orang tersebut. Berfikir positif dengan segala hal dan mengambil hikmah dari apa yang terjadi. Itu salah satu pesan yang dapat disimpulkan dari novel yang dikarang seorang penulis yang bernama asli Darwis ini.
            Namun di novel ini memiliki beberapa kekurangan, yaitu pada huruf yang ada pada novel tersebut ukurannya kurang besar. Jadi apabila membaca sedikit lama akan membuat mata menjadi lelah. Maka ada baiknya ukurannya sedikit diperbesar.
            Meskipun begitu novel ini memiliki kelebihan. Selain menyajikan cerita yang apik, Tere Liye juga menyematkan kata-kata mutiara yang mampu memotivasi si pembaca. Makna dari kata-kata tersebut memberikan kesan tersendiri bagi pembaca yaitu saya khususnya. Salah satu kata-kata yang mengenang bagi saya yaitu kata yang pernah diucapkan tokoh bernama Bang Ape yang bunyinya “Kalian mungkin memiliki masa lalu yang buruk, tapi kalian memiliki kepalan tangan untuk mengubahnya”. Dari kalimat tersebut dapat diambil makna, bahwa masa lalu hidup seseorang bukan menjadi penghalang baginya untuk berubah ke hidup yang lebih baik. Selama ada usaha, tidak ada yang tidak mungkin baginya. Betapa novel ini memberi kesan yang dapat mengubah pandangan hidup seseorang dengan mengikuti getirnya perjalan hidup tokoh bernama Rehan tersebut. Seperti ungakapan salah satu pembaca, “Ketika Anda membaca novel Tere Liye kali ini, terasa sekali betapa tidak dapatnya kita berandai-andai.. “. Benar-benar novel yang patut direkomendasikan. :-)






Rabu, 02 November 2016

CERPEN



"Boneka Beruang Berdarah"

                Matahari mulai menghilang dari langit. Awan hitam mulai memenuhi langit dan rintik hujan mulai jatuh tiada henti. Waktu sudah menunjukkan pukul 20.30, tapi Sinta tekun mengetik tugas mata kuliah Penulisan Kreatif tanpa menghiraukan ruang E42 yang makin sunyi. Pintu kelas berdecit dengan pelan, jendela pun ikut bergerak-gerak diterpa angin. Sinta masih tidak menghiraukannya. Dia tidak sadar bahwa ada maut yang mengawasinya. Akhirnya tugas itu selesai, Sinta pun mulai merapikan barang-barangnya dan bergegas ingin turun. Ketika dia keluar dari ruang kelas, dilihatnya ada boneka beruang diatas kursi di tengah-tengah lorong yang nampak redup dan lenggang tersebut. Penasaran, Sinta pun mendekatinya. Dengan langkah pelan Sinta berjalan menuju si boneka beruang. Ketika benar-benar dekat, Sinta baru menyadari banyak sekali bercak darah di bagian mata beruang tersebut. Dengan sedikit tersentak Sinta mundur ke belakang. Disaat yang sama ada langkah kaki mendekatinya dari belakang dengan mata merah menyala. Saat Sintabaru  menyadari bahwa dia dalam bahaya, tangan bersarung tangan hitam itu tepat membungkam mulut dan hidungnya dengan erat. Meskipun terkejut, tidak ada yang bisa dilakukan Sinta selain menitihkan air matanya. Dadanya mulai sesak, penglihatannya mulai kabur, dia pun tak sadarkan diri. Mengetahui Sinta tak sadarkan diri, orang yang memakai pakaian serba hitam itu menyeret Sinta sampai ke gudang dekat tangga lantai 1. Dengan kejam dia menyayat tubuh sinta menjadi beberapa bagian. Boneka beruang itu pun ikut terpecik darah dari Sinta. Orang tersebut memasukkan potongan tubuh Sinta kedalam plastik hitam besar bersamaan dengan boneka itu. Dia beranjak ke belakang gedung SBSN, dan menggali lubang dekat perkebunan melon untuk menguburkan tubuh Sinta yang malang. Hujan yang makin deras, seakan menutupi kejahatan orang tersebut. Dia pun melangkah pergi dengan hati yang puas.
                Seminggu kemudian, kuliah masih berjalan dengan normal. Tidak ada yang menyadari bahwa salah satu mahasiswi kampus IAIN Tulungagung tersebut telah meninggal dengan cara yang tragis. Namun tidak dengan Bunga, dia terpekur di salah satu gazebo kampus tersebut. Masih teringat jelas dibenaknya, seminggu yang lalu saat dia meninggalkan Sinta sendirian di ruang E42 saat jam mata kuliah berakhir. “Sin, ayo pulang. Kamu mau sampek jam berapa disini? Ini sudah malam lho ! “ celetuk Bunga yang ingin cepat-cepat sampai rumah karena memang waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. “ Aku mau disini aja Bunga. Ntar kalo aku di rumah malah bengong lagi. Mending aku disini ngerjain tugas, daripada boring di rumah” jawab Sinta dengan mata masih terpaku pada layar laptopnya. Dengan nada kesal Bunga menjawab “ ya udah kalo gitu aku duluan aja, biar kamu ditemenin sama dedemit kampus tuhh..hiii”. Dengan langkah gontai dia pun meninggalkan Sinta sendirian. Bunga masih ingat ketika dia masuk lift setelah keluar dari ruang E42. Dia melihat sekejap bayangan hitam di salah satu lorong. Dengan bulu kuduk yang merinding dia mengacuhkannya dan segera turun ke bawah. Sekarang dia menyesalinya. Dia menyesal, kenapa dia meninggalkan Sinta sendirian di sana. Setelah malam itu dia mendapat kabar dari keluarga Sinta bahwa pada malam itu Sinta tidak pulang ke rumah dan hilang sampai sekarang. Nomor telefon genggam Sinta pun tak bisa dihubungi. Selama seminggu ini Bunga terlihat begitu muram dan gelisah mencari dimana Sinta. Ketika ia melamun, tiba-tiba Reno mengagetkannya dari arah belakang. “Bunga!” Bunga pun tersentak. “Apaan sih kamu Ren?! Bikin kaget aja!”. “Ya habis kamu bengong terus sih!”. Reno pun duduk di samping Bunga. Dia membuka pembuka pembicaraan. “Oh ya, seminggu ini Sinta kemana aja sih? Nomornya juga gak bisa dihubungi. Kamu tau dia kemana?” tanya Reno penasaran. “Kamu gak tau?! Sinta sudah seminggu ini menghilang! Ngga ada yang tau dia kemana!”. “Apa?!” Reno nampak syok dan tak bisa berkata-kata lagi. Hening sesaat. “Ya sudah. Nanti kita cari Sinta bersama-sama. Ayo sekarang ke kantin. Kamu pasti belum sarapan kan?” tanya Reno khawatir. Mereka pun melangkah ke kantin Green bersama-sama. Usai dari kantin Reno dan Bunga berjalan menuju ruang UKM Teater Pro-Test. Di lorong depan UKM tak sengaja Bunga bertabrakan dengan Joni. Joni nampak kaget dan terburu-buru pergi dari hadapan mereka. Sekilah Bunga melihat mata Joni memerah saat memandangnya. Joni pun segera belari menjauh menuju tangga dan turun ke bawah. Ada yang mengganjal dari sikapnya. Namun Bunga segera mengabaikannya dan melanjutkan langkahnya.
                Sesampainya di ruang UKM kaki Bunga tak sengaja menedang sepasang sepatu bot hitam. Sepatu itu pun berpindah dari tempatnya semula. Terlihat oleh Bunga ada bercak darah di sepatu tersebut. “Ada bercak darah di sepatu itu. Sepatu siapa itu?” Bunga bertanya pada Reno. “Setahuku itu punya Joni. Yang biasa dia pakai saat membantu Ayahnya ketika mengangkut material untuk membangun gedung baru dekat kantin”. Ayah Joni memang bekerja sebagai pekerja bangunan di kampus tersebut. “Kenapa ada bercak daranya ya? Memangnya apa yang dia lakukan?” kata Bunga penasaran. “Entahlah. Terakhir kali kulihat sabtu malam lalu dia membantu Ayahnya memasang porselen di gedung baru itu. Memangnya kenapa Bunga?”. “ Tunggu sebentar. Sabtu malam? bukankah itu hari saat Santi menghilang? Jangan-jangan..” Bunga nampak gelisah. Dia tahu betapa anehnya sikap si Joni. Dia dulu pernah dipenjara karena menganiyaya seorang wanita di gang rumahnya. Semua orang tau itu. Dia juga tau kalau Sinta sering mengejek Joni karena dia exnapi yang dengan mudah mendapat beasiswa di kampus ini. Firasat buruk mulai memenuhi pikiran Bunga. “Hei jangan asal tuduh ! siapa tau bukan dia pelakunya. Dari pada kita berprasangka buruk lebih baik kita mencari Sinta saja terlebih dahulu. Masih ada harapan dia akan bisa ditemukan” tukas Reno berusaha menenangkan.
                Selesai kuliah Reno dan Bunga berjalan beriringan menuju parkiran. “Ren, kira-kira dimana ya Sinta? Aku sangat merindukannya”. Wajah Bunga terlihat amat murung. Reno merangkul pundaknya. “ Tenang Bunga. Sinta pasti kembali kok. Jangan khawatir.” Bunga hanya tersenyum sekilas. “oh iya Ren, minggu kemaren katanya kamu mau ketemu aku? Kok aku tungguin dirumah gak dateng-dateng sih?”. “Maaf Bunga. Sebenarnya ada yang mau aku omongin sama kamu waktu itu, tapi adekku sakit. Trus ibuk masih di rumah Nenek. Terpaksa aku jagain adekku deh.” “oh ya udah kamu ngomong aja sekarang gapapa”. “ehmm....sebenarnya. waktu itu aku mau nembak kamu Bunga. Kita kan udah temenan selama 2 tahun, semakin lama kedekatan kita ini menumbuhkan rasa yang berbeda di hatiku, dan aku merasa kamulah wanita yang aku cari selama ini. Kamu mau gak jadi pacar aku?” dengan tersipu Reno menundukkan kepalanya. Bunga sedikit kaget dengan kata-kat yang Reno ucapkan tadi. Namun dia segera faham dengan ucapan tadi. “hemm..bagaimana ya Ren?...aku lebih suka kita menjadi teman seperti biasanya. Maafkan aku..”. Reno tampak begitu kecewa. Namun dia segera memaksakan senyumnya. “ Iya Bunga. Gapapa kok, aku bisa faham”. “ Makasih ya Ren, kamu bisa mahamin aku” senyum Bunga mengembang. Mereka pun bergegas pulang ke rumah masing-masing. Dari kejauhan Joni tampak mengawasi mereka berdua dengan tangan mengepal dan mata memerah. Giginya pun bergemertak dengan keras seakan menahan emosi yang menggebu-gebu. “Lihat saja ! dia tidak akan lolos dari tanganku!”.
                Diperjalanan pulang, Bunga yang memang rumahnya berada di perumahan yang sepi melewati beberapa rumah yang belum ada penghuninya. Nampak sepi dan redup. Karena memang waktu sudah menunjukkan pukul 21: 31. Dengan sepeda motor maticnya dia melaju pelan menuju rumahnya. Saat dia melewati rumah Sinta, tak sengaja dia melihat sosok wanita yang membawa boneka dari kejauhan. Bunga sedikit tersentak karena wanita itu mirip sekali  dengan Sinta. Saat benar-benar dekat dengan rumah Sinta, Bunga baru menyadari kalau itu benar-benar Sinta. Terlihat olehnyaSinta menggunakan blouse biru yang ia kenakan sabtu itu. Wajahnya nampak datar, dan boneka itu tampak berlumuran darah ! Bunga pun menghentikan montornya dan segera berlari menghampiri Sinta. Ketika benar-benar dekat, tiba-tiba Sinta menghilang begitu saja dari pandangan. Dengan panik Bunga meneriakkan nama Sinta berkali-kali. “Sintaa...kamu dimana Sinnn?? Sintaaa...!” mendengar ada kebisingan di luar rumah, ibu Sinta bergegas keluar. Dilihatnya Bunga berteriak histeris. “Ada apa nak Bunga?” tanya ibu Sinta heran. “saya melihat Sinta buk. Dia tadi di dekat teras ini”. “nak, Sinta belum ada kabar dari sekarang. Bagaimana mungkin dia ada di teras rumah ini??”. “lalu yang kulihat itu tadi siapa?” tanya Bunga dalam hati. “ya sudah kamu pulang saja ke rumah. Ini sudah cukup malam nak”. “ baik bu, kalau begitu saya pamit” “iya nakhati-hati. Jangan terlalu difikirkan, kita pasti bisa menemukan Sinta”. Bunga pun pulang ke rumahnya dengan perasaan mengganjal.
                Keesokan harinya Bunga memutuskan menceritakannya kepada Reno. “Ren, kemarin aku lihat Sinta di teras rumahnya! Tapi pas aku samperin dia udah gak ada. Anehkan ? tapi aku yakin yang kulihat itu Sinta Rennn..” Bunga nampak gelisah. “ tapi jelas-jelas waktu kamu dekati gak ada kan? Jadi mana mungkin itu Sinta Bunga?” Reno menyangkal. Reno pun mengajak Bunga ke ruang UKM Teater untuk mendiskusikan perihal acara PGMI In Art Oktober nanti.sesaat setelah mereka sampai di sana, Joni masuk ke dalam dengan wajah dan mata memerah. Dia melirik tajam ke arah Bunga dan Reno. Yang dilihat pun nampak kebingungan dengan ekspresi Joni yang aneh. Tiba-tiba Joni berkata dengan geram “ Lihat saja. Kalian membayar semuanya!” lalu ia menyeringai dan meninggalkan ruang itu. Bunga dan Reno saling menatapsatu sama lain. “Dia kenapa sih Ren? Kok aneh gitu? Memangnya kita salah apa?”. “ Udah gak usah difikirin. Yuk lanjutin rapatnya”. Bunga hanya mengangguk meng-iya-kan. Rapat berjalan lancar dan tak terasa mereka sudah ada di ruang itu hingga pukul 21:30. “ Yuk aku anterin pulang Bunga. Gak baik cewek pulang sendirian jam segini. Takut ada apa-apa di jalan”. “Ya sudah ayo”. Mereka berjalan menuju tangga bersama-sama.
Ketika sampai di parkiran yang cukup lenggang dan sepi, tiba-tiba bulu tengkuk Bunga berdiri. Dia merasa ada yang aneh. Seakan-akan ada yang mengikuti mereka dari belakang. Bunga memutuskan menghentikan langkahnya dan menengok kebelakang. Betapa kagetnya Bunga di belakangnya nampak seseorang bertubuh tinggi dengan mengenakanpakaian serba hitam dan menutupi wajahnya dengan topeng hitam. Bunga pun memekik dan mundur kebelakang. Reno yang berada jauh di depan Bunga menghampirinya ketika mengetahui Bunga dalam bahaya. Orang yang memakai pakian serba hitam itu memegang pisau parang di tangan kanannya dan berjalan pelan namun pasti mendekati Bunga dan Reno.”Apa yang kamu inginkan?!” tanya Reno tanpa rasa takut berusaha melindungi wanita yang dicintainya. Orang itu perlahan membuka topeng dari wajahnya, dan betapa terkejutnya Reno dan Bunga bahwa orang itu adalah Joni. “Joni? Apa yang kamu lakukan Jon?!” tanya Bunga gusar. Terlihat di mata Reno dan Bunga, Joni nampak membisu dan mata yang siap menikam. “Kalian akan membayarnya! Aku tidak terima! Kalian telah membunuh Sintaku!!! Kalian juga harus mati !!”. Betapa terkejutnya Reno dan Bunga mendengar apa yang baru saja Joni katakan. “Apa maksud kamu Jon? Aku tidak mengerti. Sinta kenapa?” mata Bunga mulai berair dan mulai menjatuhkan air mata.”Sinta meninggal?” Bunga seakan tidak percaya dengan apa yang dikatakan Joni tadi. “Aku tau, kalian lah yang sejak awal sudah berencana membunuh Sinta. Iya kan?! Kalian pikir aku tak tau? Saat Reno menyeret tubuh Sinta dan menguburkannya di belakang gedung SBSN?!!”. “Apa maksudmu Jon? Siapa yang membunuh siapa?” Reno pun mengelak. Bunga pun akhirnya teringat saat menendang sepatu bot Joni yang penuh darah di UKM Teater. “ Hei Jon! Bukannya justru sepatumu yang penuh darah?! Berarti kau yang membunuh Sinta?! Kenapa sekarang kau malah menuduh Reno?!” tanya Bunga geram. “Pada malam Bunga hilang, sepatuku dipinjam oleh Reno. Dia bilang mau dia pakai untuk mendaki di Gunung Budek. Tapi saat aku membatu ayahku di gedung baru, aku lihat Reno menyeret plastik hitam besar ke belakang Gedung SBSN. Aku pun mengikutinya” Joni diam sejenak, menahan amarah yang meluap-luap. “ Setelah Reno menguburkan plastik itu di dekat kebun melon, aku mulai mendekati gundukan itu. Dan betapa terkejutnya aku ketika aku tahu bahwa itu potongan mayat! Potongan mayat manusia! Di sana ada boneka beruang yang bersimbah darah dan baju mayat itu! Blouse biru! Blouse biru yang sering dikenakan Sinta! Blouse biru dari wanita yang aku cintai selama ini!” Joni pun mulai menangis sejadi-jadinya. Reno yang ketakutan karena kedoknya terbongkar nampak kalangkabut. Bunga pun tak bisa berkata apa-apa selain menunggu penjelasan dari Joni selanjutnya. “Tubuh itu benar-benar hancur! Tak bisa dikenali ! bagaimana mungkin kamu bisa melakukan hal itu Ren?!” bentak Joni. “Dia yang memulai duluan! Dia yang membuatku marah! Siang itu, sebenarnya aku curhat pada Sinta, bahwa aku akan menembak Bunga dengan memberikannya boneka beruang. Tapi Sinta malah menghinaku! Dia bilang aku tak pantas untuk Bunga. Dan dia membuang boneka beruang itu dan menginjak-nginjaknya ke tanah. Bukankah dia yang salah?!” kata Reno tak mau kalah.  Bunga yang seakan tak percaya dengan yang baru saja dikatakan Reno pun akhirnya mundur menjauh dari Reno dan mulai menangis tersedu-sedu. Disaat-saat itulah, di samping Reno munculah arwah Sinta yang dengan tiba-tiba mencekik leher Reno dengan kuat. Reno nampak ketakutan. Sekilas dia dapat melihat wajah dan mata Sinta yang pucat pasi, badan penuh darah, dan sebelah tangannya memegang boneka beruang. Benar-benar menakutkan.Sinta memandang geram Reno seakan siap mengakhiri hidupnya. Bunga pun berteriak kepada Sinta, “Sin ! jangan Sin ! jangan bunuh Reno!”. Namun terlambat , saat tangan Sinta melepaskan leher Reno, Reno pun sudah tak bergerak lagi. “ Maafkan aku Bunga. Seharusnya aku cerita dari awal sama kamu. Maafkan aku Joni. Selama ini aku sudah jahat padamu” kata Sinta setelah melepaskan cekikannya di leher Reno. “gapapa Sinta, sebelum kamu meminta maaf pun sudah ku maafkan” sahut Joni dengan berlinang air mata, dia seakan sedang bermimpi bisa berbicara dengan wanita yang ia cintai. “Sinta, jangan tinggalin aku!” teriak Bunga sambil tersedu-sedu. “Maafkan aku Bunga, aku harus pergi. Tugasku disini sudah selesai. Joni, kumohon jaga Bunga untukku”. Setelah mengatakan itu arwah Sinta menghilang begitu saja. Bunga dan Joni hanya bisa meratapi kepergian Sinta. 
Keesokan  harinya gundukan tempat Sinta dikuburkan oleh Reno digali dan Sinta dikuburkan dengan layak. Saat di pemakaman Bunga tak kuasa menahan tangisnya. Disampingnya ada Joni yang menenangkan. Saat semua pelayat telah pergi, Joni pun membujuk Bunga untuk pulang "Bunga, ayo kita pulang. Sebentar lagi turun hujan". Bunga hanya tertunduk lesu dengan mata sembab. Saat mereka melankah pergi meninggalkan pusara Sinta, Bunga menengok kebelakang. Samar-samar dia melihat sosok Sinta di dekat pusaranya. Dia nampak tersenyum kepadanya. Bunga pun membalas senyuman itu dengan lega dan melangkah meninggalkan makam tersebut. The End.